Tugas Sejarah Indonesia VOC

B. Kekuasaan Kongsi Dagang VOC       

   1. Lahirnya VOC 

Persaingan yang cukup keras terjadi di antarperusahaan dagang orang-orang Belanda. Masing-masing ingin memenangkan kelompoknya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kenyataan ini mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda, sebab persaingan antarkongsi Belanda juga akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri. Terkait dengan itu, maka pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal) pada 1598 mengusulkan agar antarkongsi dagang Belanda bekerja sama membentuk sebuah perusahaan dagang yang lebih besar.

        Usulan ini baru terealisasi empat tahun berikutnya, yakni pada 20 Maret 1602 secara resmi dibentuklah persekutuan kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi antarkongsi yang telah ada. Kongsi dagang Belanda ini diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau dapat disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC secara resmi didirikan di Amsterdam. Adapun tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk: (1) menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi pedagang Belanda yang telah ada, (2) memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi persaingan dengan para pedagang negara lain.

         VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” (de Heeren XVII). Mereka terdiri dari delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam. Dalam menjalankan tugas, VOC ini memiliki beberapa kewenangan dan hak-hak antara lain: 1. melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk Kepulauan Nusantara, 2. membentuk angkatan perang sendiri, 3. melakukan peperangan, 4. mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat, 5. mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri, 6. mengangkat pegawai sendiri, dan 7. memerintah di negeri jajahan.

VOC terus berusaha memperluas daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya. VOC juga memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya. Mengawali ekspansinya tahun 1605 VOC telah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Benteng pertahanan Portugis di Ambon dapat diduduki tentara VOC. Benteng itu kemudian oleh VOC diberi nama Benteng Victoria.


Kenyataan ini mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda, sebab persaingan antarkongsi Belanda juga akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri. Terkait dengan itu, maka pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal) pada 1598 mengusulkan agar antarkongsi dagang Belanda bekerja sama membentuk sebuah perusahaan dagang yang lebih besar. Usulan ini baru terealisasi empat tahun berikutnya, yakni pada 20 Maret 1602.Kongsi dagang Belanda ini diberi nama “Vereenigde Oost Indische Compagnie”(VOC) atau dapat disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC secara resmi didirikan di Amsterdam. Tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk:
 (1) Menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi pedagang Belanda yang telah ada
 (2) Memperkuat kedudukan para pedagang Belanda dalam menghadapi persaingan dengan para pedagang  negara lain
 (3) Sebagai kekuatan revolusi (dalam perang 80 tahun), sehingga VOC memiliki tentara.

 VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang direktur,sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” yang juga disebut dengan Heeren XVII. Heeren XVII ini maksudnya para tuan, misalnya Lord, Duke, Count,dari 17 provinsi yang ada di Belanda sebagai pemilik saham VOC. Dalam menjalankan tugas, VOC ini memiliki beberapa kewenangan dan hak-hak antara lain:

 1) Melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk Kepulauan Nusantara;

2) Membentuk angkatan perang sendiri;

3) Melakukan peperangan;

4) Mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat;

5) Mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri;

6) Mengangkat pegawai sendiri.

7) Memerintah di negeri jajahan

        Dengan memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan boleh melakukan peperangan,maka VOC cenderung ekspansif.VOC terus berusaha memperluas daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya. VOC juga memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya. Mengawali ekspansinya tahun 1605 VOC telah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Pada awal pertumbuhannya sampai tahun 1610, “Dewan Tujuh Belas” secara langsung harus menjalankan tugas-tugas dan menyelesaikan berbagai urusan VOC,termasuk urusan ekspansi untuk perluasan wilayah monopoli. Sementara itu, persaingan danpermusuhan dengan bangsa-bangsa lain juga semakin keras.Gubernur jenderal merupakan jabatan tertinggi yang bertugas mengendalikankekuasaan di negeri jajahan VOC. Di samping itu juga dibentuk “Dewan Hindia” (Raad van Indie).Tugas “Dewan Hindia” ini adalah memberi nasihat dan mengawasi kepemimpinan gubernur jenderal. 

      Gubernur jenderal VOC yang pertama adalah Pieter Both (1602-1614).Sebagai gubernur jenderal yang pertama, Pieter Both sudah tentu harus mulai menata organisasi kongsi dagang ini sebaik-baiknya agar harapan mendapatkan monopoli perdagangan di Hindia Timur dapat diwujudkan.Pieter Both pertama kali mendirikan pos perdagangan di Banten pada tahun 1610. Pada tahun itu juga Pieter Both meninggalkan Banten dan berhasil memasuki Jayakarta. Penguasa Jayakarta waktu itu, Pangeran Wijayakrama sangat terbuka dalam hal perdagangan.Pedagang dari mana saja bebas berdagang,di samping dari Nusantara juga dari luar seperti dari Portugis, Inggris, Gujarat/India,Persia, Arab, termasuk juga Belanda. Dengan demikian, Jayakarta dengan pelabuhannya Sunda Kelapa menjadi kota dagang yang sangat ramai. Kemudian pada tahun 1611 Pieter Both berhasil mengadakan perjanjian dengan penguasa Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah seluas 50x50 vadem (satu vadem sama dengan 182 cm) yang berlokasi di sebelah timur Muara Ciliwung.

2. Keserakahan dan Kekejaman VOC
Pada tahun 1614 Pieter Both digantikan oleh Gubernur Jenderal GerarReynst (1614-1615). Baru berjalan satu tahun ia digantikan gubernur jenderal yang baru yakni Laurens Reael (1615-1619). Pada masa jabatan Laurens Reael ini berhasil dibangun Gedung Mauritius yang berlokasi di tepi Sungai Ciliwung.Orang-orang Belanda yang tergabung dalam VOC itu memang cerdik. Pada awalnya mereka bersikap baik dengan rakyat.Sikap baik rakyat dan para penguasa setempat ini dimanfaatkan oleh VOC untuk semakin memperkuat kedudukannya di Nusantara. Lama kelamaan orang-orang Belanda mulai menampakkan sikap congkak, dan sombong.

Belanda semakin bernafsu ingin menguasai Indonesia. Untuk memenuhi nafsu serakahnya itu, VOC sering melakukan tindakan pemaksaan dan kekerasan terhadap kaum pribumi. Hal ini telah menimbulkan kebencian rakyat dan para penguasa lokal. Rakyat dan para penguasa lokal tidak mau diperlakukan semena-mena oleh VOC. Oleh karena itu, tidak jarang menimbulkan perlawanan dari rakyat dan penguasa lokal.
             
Pada tahun 1619 Gubernur Jenderal VOC Laurens Reael digantikan oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen(J.P. Coen). J.P. Coen dikenal gubernur jenderal yang berani dan kejam serta ambisius. Oleh karena itu, merasa bangsanya dipermalukan pasukan Banten dan Inggris di Jayakarta, maka J.P. Coen mempersiapkan pasukan untuk menyerang Jayakarta. Armada angkatan laut dengan 18 kapal perangnya mengepung Jayakarta. Jayakarta akhirnya dapat diduduki VOC. Kota Jayakarta kemudian dibumihanguskan oleh J.P. Coen pada tanggal 30 Mei 1619.Cara-cara VOC untuk meningkatkan eksploitasi kekayaan alam dilakukan antara lain dengan: 
1) Merebut pasaran produksi pertanian, biasanya dengan memaksakan

monopoli, seperti monopoli rempah-rempah di Maluku;

2). Tidak ikut aktif secara langsung dalam kegiatan produksi hasil pertanian.

Cara memproduksi hasil pertanian dibiarkan berada di tangan kaum
pribumi, tetapi yang penting VOC dapat memperoleh hasil-hasil
pertanian itu dengan mudah, sekalipun harus dengan paksaan;
3). VOC selalu mengincar dan berusaha keras untuk menduduki tempat-
tempat yang memiliki posisi strategis. Cara-cara yang dilakukan, di
samping dengan kekerasan dan peperangan, juga melakukan politik
adu domba
4). VOC melakukan campur tangan (intervensi) terhadap kerajaan-
kerajaan di Nusantara, terutama menyangkut usaha pengumpulan
hasil bumi dan pelaksanaan monopoli, serta melakukan intervensi
dalam pergantian penguasa lokal;
5). Lembaga-lembaga pemerintahan tradisional/kerajaan masih tetap
dipertahankan dengan harapan bisa dipengaruhi/dapat diperalat,
kalau tidak mau baru diperangi.
    
Setelah berhasil membangun Batavia dan meletakkan dasar-dasar penjajahan di Nusantara, pada tahun 1623 J.P. Coen kembali ke negeri Belanda. Ia menyerahkan kekuasaannya kepada Pieter de Carpentier. Tetapi oleh pimpinan VOC di Belanda, J.P. Coen diminta kembali ke Batavia. Akhirnya pada tahun 1627 J.P. Coen tiba di Batavia dan diangkat kembali sebagai Gubernur Jenderal untuk jabatan yang kedua kalinya. J.P. Coen semakin congkak dan kejam dalam menjalankan kekuasaannya di Nusantara. Berbagai bentuk tindakan kekerasan, tipu muslihat dan politik devide et impera terus dilakukan. Rakyat pun semakin menderita. Pada masa jabatan yang kedua J.P. Coen ini pula terjadi serangan tentara Mataram di bawah Sultan Agung ke Batavia. 

        Batavia senantiasa memiliki posisi yang strategis. Batavia dijadikan markas besar VOC. Semua kebijakan dan tindakan VOC di kawasan Asia dikendalikan dari markas besar VOC di Batavia. Selain itu Batavia juga terletak padapersimpangan atau menjadi penghubung jalur perdagangan internasional.Batavia menjadi pusat perdagangan dan jalur yang menghubungkan perdagangan di Nusantara bagian barat dengan Malaka, India, kemudian juga menghubungkan dengan Nusantara bagian timur. Apalagi Nusantara bagian timur ini menjadi daerah penghasil rempah-rempah yang utama,maka posisi Batavia yang berada di tengah-tengah itu menjadi semakin Strategis dalam perdagangan rempah-rempah.

        Untuk memperkokoh kedudukannya di Indonesia bagian barat dan memperluas pengaruhnya di Sumatera, VOC berhasil menguasai Malaka. Hal ini terjadi setelah VOC mengalahkan saingannya, yakni Portugis pada tahun 1641. Berikutnya VOC berusaha meluaskan pengaruhnya ke Aceh.Kerajaan Makassar di bawah Sultan Hasanuddin yang tersohor di Indonesia bagian timur juga berhasil dikalahkan setelah terjadi Perjanjian Bongaya tahun 1667. Dari Makasar VOC juga berhasil  memaksakan kontrak dan monopoli perdagangan dengan Raja Sulaiman dari Kalimantan Selatan. Pelaksanaan monopoli di kawasan ini dilaksanakan melalui Pelayaran Hongi.
  
VOC juga memperluas pengaruhnya sampai ke Irian/Papua yang dikenal sebagai wilayah yang masih tertutup dengan hutan belantara yang begitu luas. Penduduknya juga masih bersahaja dan primitif. Orang Belanda yang pertama kali sampai ke Irian adalah Willem Janz. Bersama armadanya rombongan Willem Janz menaiki Kapal Duyke dan berhasil memasuki tanah Papua pada tahun 1606. Willem Janz ingin mencari kebun tanaman rempah-rempah. Tahun 1616-1617 Le Maire dan William Schouten mengadakan survei di daerah pantai timur laut Irian dan menemukan Kepulauan Admiralty bahkan sampai ke New Ireland. Pada waktu itu orang-orang Belanda sangat memerlukan bantuan budak, maka banyak diambil dari orang-orang Irian. Pengaruh VOC di Irian semakin kuat. Bahkan pada tahun 1667, Pulau-pulau yang termasuk wilayah Irian yang semula berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tidore sudah berpindah tangan menjadi daerah kekuasaan VOC.Dengan demikian, daerah pengaruh dan kekuasaan VOC sudah meluasdi seluruh Nusantara. Penguasaan atas Papua/Irian oleh VOC ini terutamaterjadi setelah melihat Inggris mulai menanamkan pengaruhnya di beberapa tempat di Indonesia, seperti penguasaan atas Bengkulu.

Demikian halnya dengan VOC, tidak sekedar menjadi sebuah kongsi dagang yang berusaha untuk mencari untung saja, tetapi juga ingin menanamkankekuasaannya di Nusantara. VOC dengan hak-hak dan kewenangan yang diberikan pemerintah dan parlemen Belanda telah melakukan penjajahan dan penguatan akar kolonialisme dan imperialisme. VOC telah melakukan praktik penjajahan di Nusantara. Melalui cara-cara pemaksaan monopoli perdagangan, politik memecah belah serta tipu muslihat yang sering disertai tindak peperangan dan kekerasan, semakin memperluas daerah kekuasaan dan memperkokoh “kemaharajaan” VOC. Sekali lagi tindak keserakahan dan kekerasan yang dilakukan oleh VOC itu menunjukkan mereka tidak mau bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, wajar kalau timbul perlawanan dari berbagai daerah di Nusantara, misalnya dari Aceh, Banten, Demak, Mataram, Banjar, Makassar, dan Maluku. 
  
3.VOC Gulung Tikar 
Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan.Penguasa dan kerajaan-kerajaan lokal di Nusantara umumnya berhasil dikuasai. Kerajaan-kerajaan itu sudah menjadi bawahan dan pelayan kepentingan VOC. Jalur perdagangan yang dikendalikan VOC menyebar luas membentang dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India sampai Irian/Papua.Keuntungan perdagangan rempah-rempah juga melimpah.Semakin luas daerahnya, pengawasan juga semakin sulit. Kota Batavia semakin ramai dan semakin padat. Orang-orang timur asing seperti Cina dan Jepang diizinkan tinggal di Batavia. Sebagai pusat pemerintahan VOC, Batavia juga semakin dibanjiri penduduk, dari luar.Batavia sehingga tidak jarang menimbulkan masalah-masalah sosial.Pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasatertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh Belas” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham (kecuali Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja.
 Sementara itu para pejabat VOC juga mulai menunjukkan sikap dan perilaku gila hormat yang cenderung feodalis. Pada tanggal 24 Juni 1719 Gubernur Jenderal Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi untuk mengatur secara rinci cara penghormatan terhadap gubernur jenderal, kepada Dewan Hindia beserta isteri dan anak-anaknya. Misalnya, semua orang harus turun dari kendaraan bila berpapasan dengan para pejabat tinggi tersebut, warga keturunan Eropa harus menundukkan kepala, dan warga bukan orang Eropa harus menyembah.Kemudian Gubernur Jenderal Jacob Mosel juga mengeluarkan ordonansi baru tahun 1754. Ordonansi ini mengatur kendaraan kebesaran. Misalnya kereta ditarik enam ekor kuda, hiasan berwarna emas dan kusir orang Eropa untuk kereta kebesaran gubernur jenderal, sedang untuk anggota dewan hindia, kuda yang menarik kereta hanya empat ekor dan hiasannya warna perak.Nampaknya para pejabat VOC sudah gila hormat dan ingin berfoya-foya.Hal ini semua terkait dengan mekanisme pergantian jabatan di tubuh organisasi VOC. Semua bermuatan korupsi. Gubernur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk harta sampai 10 juta gulden ketika kembali ke Belanda pada tahun 1709, sementara gaji resminya hanya sekitar 700 gulden sebulan.Beban utang VOC menjadi semakin berat, sehingga akhirnya VOC sendiri bangkrut dan gulung tikar. Bahkan ada sebuah ungkapan, VOC kepanjangan dari Vergaan Onder Corruptie (tenggelamkarena korupsi).Dalam kondisi bangkrut VOC tidak dapat berbuat banyak. Menurut penilaian pemerintah keberadaan VOC sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di negeri jajahan tidak dapat dilanjutkan lagi. Oleh karena itu, pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Semua utang piutang dan segala milik VOC diambil alih olehpemerintah Belanda.
C.Penjajahan Pemerintah Belanda
  
1.Masa Pemerintahan Republik Bataaf
 Pada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Munculah kelompok yang menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Prancis:liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan).Bertepatan dengan keinginan itu pada awal tahun 1795 pasukan Prancis menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis. Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Prancis yang dinamakan RepublikBataaf (1795-1811). Republik Bataaf dipimpin oleh Louis Napoleon yang merupakan saudara dari Napoleon Bonaparte.

         Sementara itu, Raja Willem van Oranye (Raja Willem V) oleh pemerintah Inggris ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintah yang terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu adalah agar para penguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris bukan kepada Prancis.. Dengan “Surat-surat Kew” itu pihakInggris bertindak cepat dengan mengambil alih beberapa daerah di Hindia seperti Padang pada tahun 1795, kemudian menguasai Ambon dan Banda tahun 1796. Oleh karena itu, untuk mempertahankan Kepulauan Nusantara dari serangan Inggris diperlukan pemimpin yang kuat. Ditunjuklah seorang muda dari kaum patriot untuk memimpin Hindia, yakni Herman Williem Daendels. Ia dikenal sebagai tokoh muda yang revolusioner.

a) Pemerintahan Herman Willem Daendels (1808-1811) 
Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal memerintah di Nusantara pada tahun 1808-1811. Tugas utama Daendels adalah mempertahankan Jawa agar tidak dikuasai Inggris.Daendels juga ditugasi untuk memperbaiki kehidupan sosial ekonomi di Nusantara khususnya di tanah Jawa. 

           Daendels adalah kaum patriot dan berpandangan liberal. Ia kaum muda yang berasal dari Belanda yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Revolusi Perancis. Di dalam berbagai pidatonya, Daendels tidak lupa mengutip semboyan Revolusi Perancis. Daendels ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan di lingkungan masyarakat Hindia.Oleh karena itu, ia ingin memberantas praktik-praktik yang dinilai feodalistik. Langkah ini juga untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan sekaligus membatasi hak-hak para bupati yang terkait dengan penguasaan atas tanah dan penggunaan tenaga rakyat. Daendels melakukan beberapa langkah strategis,terutama menyangkut bidang pertahanan-keamanan, administrasi pemerintahan, dan sosial ekonomi.
1) Bidang Pertahanan dan Keamanan
Dalam rangka melaksanakan tugas mempertahankan Jawa dari serangan
Inggris, Daendels melakukan langkah-langkah:
(a) membangun benteng-benteng pertahanan baru, seperti benteng Meester Cornelis;
(b) membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon. Namun pembangunan pangkalan di Ujungkulon boleh dikatakan tidak berhasil;
(c ) meningkatkan jumlah tentara, dengan mengambil orang-orang pribumi karena pada waktu pergi ke Nusantara, Daendels tidak membawa pasukan. Oleh karena itu, Daendels segera menambah jumlah pasukan yang diambil dari orang-orang pribumi, yakni dari 4.000 orang menjadi 18.000 orang (baca Ricklefs, 2005); dan
(d) membangun jalan raya dari Anyer (Jawa Barat, sekarang Provinsi Banten) sampai Panarukan (ujung timur Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur) sepanjang kurang lebih 1.100 km. Jalan ini dinamakan Jalan De Groote Postweg yang oleh masyarakat sering disebut dengan jalan Daendels.

Pada awalnya Daendels dikenal sebagai tokoh muda yang demokratis dan dijiwai panji-panji Revolusi Prancis dengan semboyannya:liberte, egalite dan fraternite Daendels juga mengerahkan rakyat untuk kerja rodi. Kerja rodi itu membuat rakyat yang sudah jatuh miskin menjadi semakin menderita. Lokasi yang begitu jauh, sulit dicapai dan penuh dengan sarang nyamuk malaria, menyebabkan banyak rakyat yang menjadi korban. Banyak rakyat Hindia yang jatuh sakit bahkan tidak sedikit yang meninggal. 
2) Bidang Politik dan Pemerintahan
Daendels juga melakukan berbagai perubahan di bidang pemerintahan. Ia banyak melakukan campur tangan dan perubahan dalam tata cara dan adat istiadat di kerajaan-kerajaan di Jawa. Kalau sebelumnya pejabat VOC datang berkunjung ke istana Kasunanan Surakarta ataupun Kasultanan Yogyakarta ada tata cara tertentu, misalnya harus memberi hormat kepada raja, tidak boleh memakai payung emas, kemudian membuka topi dan harus duduk di kursi yang lebih rendah dari dampar (kursi singgasana raja), Daendels tidak mau menjalani seremoni yang seperti itu. Ia harus pakai payung emas, duduk di kursi sama tinggi dengan raja, dan tidak perlu membuka topi.

          Untuk memperkuat kedudukannya di Jawa, Daendels berhasil mempengaruhi Mangkunegara II untuk membentuk pasukan “Legiun Mangkunegara” dengan kekuatan 1.150 orang prajurit. Pasukan ini siap sewaktu-waktu untuk membantu pasukan Daendels apabila terjadi perang. Dengan kekuatan yang ia miliki, Daendels semakin congkak dan berani. Daendels mulai melakukan intervensi terhadap pemerintahan di Kasunanan Surakarta dan juga Kasultanan Yogyakarta.
Raden Rangga adalah kepala pemerintahan mancanegara di Madiun yang merupakan bawahan Kasultanan Yogyakarta. Oleh karena itu, Sultan Hamengkubuwana II mendukung adanya perlawanan yang dilancarkan Raden Rangga. Namun perlawanan Raden Rangga ini segera dapat ditumpas dan Raden Rangga sendiri terbunuh. Setelah berhasil mematahkan perlawananRaden Rangga, Daendels kemudian memberikan ultimatum kepada Sultan Hamengkubuwana II agar menyetujui pengangkatan kembali Danureja II sebagai patih dan Sultan harus menanggung kerugian perang akibat perlawanan Raden Rangga.Sekalipun sudah diturunkan dari tahta, Sultan Hamengubuwana II atau Sultan Sepuh ini masih diizinkan tinggal di lingkungan istana.
Daendels juga melakukan beberapa tindakan yang dapat memperkuat kedudukannya di Nusantara. Beberapa tindakan yangdimaksud adalah sebagai berikut.
(a) membatasi secara ketat kekuasaan raja-raja di Nusantara;
(b) Daendels memerintah secara sentralistik yang kuat dengan membagi Pulau Jawa menjadi 23 wilayah besar (hoofdafdeeling)yang kemudian dikenal dengan keresidenan (residentie).Tiap karesidenan dapat dibagi menjadi beberapa kabupaten(regentschap) (Suhartono, “Dampak Politik Hindia Belanda (1800-1830)”, dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012).
(c) berdasarkan Dekrit 18 Agustus 1808, Daendels juga telah merombak Provinsi Jawa Pantai Timur Laut menjadi 5 prefektur. (wilayah yang memiliki otoritas) dan 38 kabupaten. Terkait dengan ini maka Kerajaan Banten dan Cirebon dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial;
(d) kedudukan bupati sebagai penguasa tradisional diubah menjadi pegawai pemerintah (kolonial) yang digaji. Sekalipun demikian para bupati masih memiliki hak-hak feodal tertentu.


3) Bidang Peradilan
Daendels berusaha memberantas berbagai penyelewengan dengan mengeluarkan berbagai peraturan.
(a) Daendels membentuk tiga jenis peradilan: (1) peradilan untuk orang Eropa, (2) peradilan untuk orang-orang Timur Asing, dan (3) peradilan untuk orang-orang pribumi. Peradilan untuk kaum pribumi dibentuk di setiap prefektur,misalnya di Batavia, Surabaya, dan Semarang; dan
(b) peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Pemberantasan korupsi diberlakukan terhadap siapa saja termasuk orang-orang Eropa, dan Timur Asing.
4) Bidang Sosial Ekonomi 
Daendels juga diberi tugas untuk memperbaiki keadaan di Tanah Hindia, sembari mengumpulkan dana untuk biaya perang.Beberapa kebijakan dan tindakan Daendels itu misalnya: 
(a) Daendels memaksakan berbagai perjanjian dengan penguasa Surakarta dan Yogyakarta yang intinya melakukan penggabungan banyak daerah ke dalam wilayah pemerintahan kolonial, misalnya daerah Cirebon;  
(b) meningkatkan usaha pemasukan uang dengan cara pemungutan pajak dan penjualan tanah kepada swasta; 
(c) meningkatkan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia; 
(d) rakyat diharuskan melaksanakan penyerahan wajib hasil pertaniannya;  
(e) melakukan penjualan tanah-tanah kepada pihak swasta;
Selama tiga tahun memerintah di Hindia Belanda, Daendels dianggap gagal melaksanakan misi mempertahankan Pulau Jawa dari Inggris dan program yang dijalankannya dinilai merugikan negara karena korupsi makin merajalela.Oleh sebab itu Daendels dipanggil oleh pemerintah kolonial untuk kembali ke negaranya dan digantikan oleh Jan Willem Janssen.
b) Pemerintahan Janssen (1811) 
Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Ia digantikan oleh Jan Willem Janssen. Janssen dikenal seorang politikus berkebangsaan Belanda. Sebelumnya Janssen menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) tahun 1802-1806. Pada tahun 1806 itu Janssen terusir dari Tanjung Harapan karena daerah itu jatuh ke tangan Inggris. 

          Namun harus diingat bahwa beberapa daerah di Hindia Belanda sudah jatuh ke tangan Inggris.Oleh larena itu, seperti telah dijelaskan di depan Perancis mengirim Daendels ke Indonesia dengan tugas utama untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Tetapi armada Inggris ternyata lebih kuat dan unggul. Jan Williem Janssen yang menggantikan Daendels tidak bisa berbuat banyak. Penguasa Inggris di India, Lord Minto kemudian memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Pulau Penang untuk segera menguasai Jawa.Pengalaman pahit Janssen saat terusir dari Tanjung Harapan pun terulang. Pada Tanggal 4 Agustus 1811 sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raffles telah muncul di perairan sekitar Batavia. Beberapa minggu berikutnya, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1811 Batavia jatuh ke tangan Inggris.Janssen berusaha menyingkir ke Semarang bergabung dengan Legiun Mangkunegara dan prajurit-prajurit dari Yogyakarta serta Surakarta. Namun, pasukan Inggris lebih kuat sehingga berhasil memukul mundur Janssen beserta pasukannya. Janssen kemudian mundur ke Salatiga dan akhirnya menyerah di Tuntang.
2. Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816)  
Tanggal 18 September 1811 adalah tanggal dimulainya kekuasaan Inggris di Hindia.Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan.Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip. Pertama, segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat. Kedua, peranan para bupat sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial. Ketiga, atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Berangkat dari tiga prinsip itu Raffles melakukan beberapa langkah, baik yang menyangkut bidang politik pemerintahan maupun bidang sosial ekonomi.
a) Kebijakan dalam Bidang Pemerintahan
Dalam menjalankan tugas di Hindia, Raffles didampingi oleh para penasihat yang terdiri atas: Gillespie, Mutinghe, dan Crassen. Secara geopolitik, Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan. Selanjutnya untuk memperkuat kedudukan dan mempertahankan keberlangsungan kekuasaan Inggris, Raffles mengambil strategi membina hubungan baik dengan para pangeran dan penguasa yang sekiranya membenci Belanda. Strategi ini sekaligus sebagai upaya mempercepat penguasaan Pulau Jawa sebagai basis kekuatan untuk menguasai Kepulauan Nusantara. Sebagai realisasinya, Raffles berhasil menjalin hubungan dengan raja-raja di Jawa dan Palembang untuk mengusir Belanda dari Hindia. Tetapi nampaknya Raffles tidak tahu balas budi. Setelah berhasil mengusir Belanda dari Hindia, Raffles mulai tidak simpati terhadap tokoh-tokoh yang membantunya.Raffles menyimpulkan bahwa Sultan Hamengkubuwana II seorang yang keras dan tidak mungkin diajak kerja sama bahkan bisa jadi akan menjadi duri dalam pemerintahan Raffles di tanah Jawa. Oleh karena itu, Raffles segera mengirim pasukan di bawah pimpinan Kolonel Gillespie untuk menyerang Keraton Yogyakarta dan memaksa Sultan Hamengkubuwana II turun dari tahta.Isi politik kontrak itu antara lain sebagai berikut. 
1) Sultan Raja secara resmi ditetapkan sebagai Sultan Hamengkubuwana III, dan Pangeran Natakusuma (saudara Sultan Sepuh) ditetapkan sebagai penguasa tersendiri di wilayah bagian dari Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Paku Alam
2) Sultan Hamengkubuwana II dengan puteranya Pangeran Mangkudiningrat diasingkan ke Penang
3) semua harta benda milik Sultan Sepuh selama menjabat sebagai sultan dirampas menjadi milik pemerintah Inggris.
b) Tindakan dalam Bidang Ekonomi 
Raffles bisa dikatakan adalah tokoh pembaru dalam menata tanah jajahan. Pandangannya di bidang ekonomi juga cukup revolusioner.Raffles berusaha melakukan beberapa tindakan untuk memajukan perekonomian di Hindia. Tetapi program itu tujuan utamanya untuk meningkatkan keuntungan pemerintah kolonial. Beberapa kebijakan dan tindakan yang dijalankan Raffles sebagai berikut.
1) Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah (landrent) yang kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem perekonomian uang.
2) Penghapusan penyerahan wajib hasil bumi.
3) Penghapusan kerja rodi dan perbudakan.
4) Penghapusan sistem monopoli.
5) Peletakan desa sebagai unit administrasi penjajahan.  
Para pimpinan atau pejabat pribumi sudah dialihfungsikan menjadi pegawai pemerintah yang digaji. Pelaksanaan sistem landrent itu diharapkan dapat lebih mengembangkan sistem ekonomi uang di Hindia Belanda.Raffles sebenarnya orang yang berpandangan maju. Ia ingin memperbaiki tanah jajahan, termasuk ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Namun,dalam pelaksanaannya di lapangan terdapat berbagai kendala. Budaya dan kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan pemerintah kurang, dalam mengatur rakyat peran kepala desa dan bupati lebih kuat dari pada asisten residen yang berasal dari orang-orang Eropa. Raffles juga sulit melepaskan kultur sebagai penjajah. Kerja rodi, perbudakan dan juga monopoli masih juga dilaksanakan. Misalnya kerja rodi untuk pembuatan dan perbaikan jalan ataupun jembatan. Raffles juga melakukan monopoli garam.
 3. Dominasi Pemerintahan Belanda 
Raffles mengakhiri pemerintahannya di Hindia pada tahun 1816. Pemerintah
Inggris sebenarnya telah menunjuk John Fendall untuk menggantikan Raffles tetapi pada tahun 1814 sudah diadakan Konvensi London. Salah satu isi Konvensi London adalah Inggris harus mengembalikan tanah jajahan di Hindia kepada Belanda.
a) Jalan Tengah Bersama Komisaris Jendera 
Setelah kembali ke tangan Belanda, tanah Hindia diperintah oleh badan baru yang diberi nama Komisaris Jenderal yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal. Komisaris Jenderal ini dibentuk oleh Pangeran Willem VI yang beranggotakan tiga orang, yakni: Cornelis Theodorus Elout, Arnold Ardiaan Buyskes, dan Alexander Gerard Philip Baron Van der Capellen.

           Sementara itu perdebatan antara kaum liberal dan kaum konservatif terkait dengan pengelolaan tanah jajahan untuk mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya belum mencapai titik temu. Kaum liberal berkeyakinan bahwa pengelolaan negeri jajahan akan mendatangkan keuntungan yang besar bila diserahkan kepada swasta, dan rakyat diberi kebebasan dalam menanam.Sedang kelompok konservatif berpendapat pengelolaan tanah jajahan akan menghasilkan keuntungan apabila langsung ditangani pemerintah dengan pengawasan yang ketat.

         Pada tanggal 22 Desember 1818 Pemerintah memberlakukan UU yang menegaskan bahwa penguasa tertinggi di tanah jajahan adalah gubernur jenderal. Van der Capellen kemudian ditunjuk sebagai Gubernur Jendera Kemudian Van der Capellen juga menarik pajak tetap yang sangat memberatkan rakyat. Timbul banyak protes dan mendorong terjadinya perlawanan. Van der Capellen kemudian dipanggil pulang dan digantikan oleh Du Bus Gisignies.

        Du Bus Gisignies berkeinginan membangun modal dan meningkatkan ekspor. Tetapi program ini tidak berhasil karena rakyat tetap miskin sehingga tidak mampu menyediakan barang-barang yang diekspor. 
2) Pelaksanaan Tanam Paksa 
Menurut Van den Bosch, pelaksanaan sistem Tanam Paksa harus menggunakan organisasi dan kekuasaan tradisional yang sudah ada. Dalam hal ini para pejabat bumiputra, kaum priayi dan kepala desa memiliki peran penting. Mereka ini sangat diharapkan dapat menggerakkan kaum tani wajib menanam tanaman yang laku di pasaran dunia. Kekuasaan mereka harus diperkokoh dengan cara diberi hak pemilikan atas tanah dan hak-hak istimewa yang lain.  
Berkaitan dengan pengerahan tenaga kerja melalui kegiatan seperti sambatan, gotong royong maupun gugur gunung, merupakan usaha yang tepat untuk dilaksanakan. Dalam hal ini peran para penguasa pribumi, priay dan juga kepada desa sangat sentral. Kemudian kepala desa di samping sebagai penggerak para petani, juga sebagai penghubung dengan atasan dan pejabat pemerintah. Sistem cultuur procenten inilah kemudian mendorong terjadinya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Tanam Paksa. Beberapa penyelewengan itu antara dapat dicontohkan sebagai berikut. 
a) Menurut ketentuan tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk kepentingan Tanam Paksa tidak melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki petani, tetapi kenyataannya lebih dari seperlima, sepertiga, bahkan ada yang setengah dan daerah-daerah tertentu ada yang lebih dari setengah tanah yang dimiliki petani. Hal ini dimaksudkan agar setoran hasil tanamannya juga bertambah besar, dan bonusnya juga semakin banyak. 
b) Menurut ketentuan waktu yang diperlukan untuk menanam tanaman untuk Tanam Paksa tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi, ternyata dalam pelaksanaannya waktu yang digunakan untuk menanam tanaman bagi Tanam Paksa melebihi waktu penanaman padi. Semua ini jelas terkait agar hasil tanaman untuk Tanam Paksa itu lebih banyak.

          Pemicu penyelewengan ini tidak terlepas dari adanya cultuur procente. Pihak pemerintah kolonial di Hindia ini juga melakukan pembiaran dan ini tampaknya yang memang diinginkan oleh pihak kolonial Belanda, agar hasil dari pelaksanaan Tanam Paksa segera dapat memperbaiki ekonomi dan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi Negeri Belanda.Tanam Paksa telah membawa penderitaan rakyat. Banyak pekerja yang jatuh sakit, bahkan meninggal. Mereka dipaksa fokus bekerja untuk Tanam Paksa,sehingga nasib diri sendiri dan keluarganya tidak terurus. Bahkan kemudian timbul bahaya kelaparan dan kematian di berbagai daerah. Misalnya di Cirebon (1843 - 1844), di Demak (tahun 1849) dan Grobogan pada tahun 1850.Pelaksanaan Tanam Paksa dapat dikatakan telah melanggar hak-hak asasi manusia.
c) Sistem Usaha Swasta 
Pelaksanaan Tanam Paksa memang telah berhasil memperbaiki perekonomian Belanda. Kemakmuran juga semakin meningkat. Bahkan keuntungan dari Tanam Paksa telah mendorong Belanda berkembang sebagai negara industri.Masyarakat Belanda mulai mempertimbangkan baik buruk dan untung ruginya Tanam Paksa. Timbullah pro dan kontra mengenai pelaksanaan Tanam Paksa. Pihak yang pro dan setuju Tanam Paksa tetap dilaksanakan adalah kelompok konservatif dan para pegawai pemerintah. Mereka setuju karena Tanam Paksa telah mendatangkan banyak keuntungan.

           Begitu juga para pemegang saham perusahaan NHM ( Nederlansche Handel Matschappij ) Nederlansche Handel Matschappij: perusahaan dagang yang didirikan oleh Raja William I di Den Haag pada 9 Maret 1824 sebagai promosi antara lainbidang perdagangan dan perusahaan pengiriman, dan memegang peran penting dalam mengembangkan perdagangan Belanda-Indonesia. 

           Pemerintah berperan sebagai pelindung warga, mengatur tegaknya hukum, dan membangun sarana prasarana agarsemua aktivitas masyarakat berjalan lancar.Kaum liberal menuntut pelaksanaan Tanam Paksa di Hindia Belanda diakhiri. Hal tersebut didorong oleh terbitnya dua buah buku pada tahun 1860 yakni buku Max Havelaar tulisan Edward Douwes Dekker dengan nama samarannya Multatuli, dan buku berjudul Suiker Contractor (Kontrak-kontrak Gula) tulisan Frans van de Pute.Kedua buku ini memberikan kritik keras terhadap pelaksanaan Tanam Paksa. Penolakan terhadap Tanam Paksa sudah menjadi pendapat umum.  

          Tetapi sebagai imbangannya Inggris meminta kepada Belanda agar menerapkan ekonomi liberal sehingga pihak swasta termasuk Inggris dapat menanamkan modalnya di tanah jajahan Belanda di Hindia. Penetapan pelaksanan sistem politik ekonomi liberal memberikan peluang pihak swasta untuk ikut mengembangkan perekonomian di tanah jajahan. Belanda telah mengeluarkan berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan. 
1) Tahun 1864 dikeluarkan Undang-Undang Perbendaharaan Negara (Comptabiliet Wet). Berdasarkan Undang-undang ini setiap anggaran belanja Hindia Belanda harus diketahui dan disahkan oleh parlemen. 
2)   Undang-Undang Gula (Suiker Wet). Undang-undang ini antara lain mengatur tentang monopoli tanaman tebu oleh pemerintah yang kemudian secara bertahap akan diserahkan kepada pihak swasta. 
3)   Undang-Undang Agraria ( Agrarische Wet ) pada tahun 1870. Undang-Undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan. Di dalam undang-undang itu ditegaskan, antara lain:  
a) Tanah di negeri jajahan di Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian.Pertama, tanah milik penduduk pribumi berupa persawahan, kebun, ladang dan sebagainya Kedua, tanah-tanah hutan, pegunungan dan lainnya yang tidak termasuktanah penduduk pribumi dinyatakan sebagai tanah pemerintah.  
b) Pemerintah mengeluarkan surat bukti kepemilikan tanah.  
c) Pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat disewa selama lima tahun, ada juga yang disewa sampai 30 tahun. Sewa-menyewa tanah ini harus didaftarkan kepada pemerintah. 
d) Perkembangan Agama Kristen 
Perkembangan agama Kristen di Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Perkembangan agama Kristen ini tidak dapat dilepaskan dari kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia. Bersamaan gelombang kedatangan bangsa-bangsa Eroapa seperti Portugis, Spanyol datang pula para missionaris untuk menyebarkan agama Kristen di Indonesia. Harus diakui bahwa kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia telah membuka jalan bagi perkembangan agama Kristen di Indonesia. Orang-orang Portugis menyebarkan agama Kristen Katolik (selanjutnya disebut Katolik). Orang-orang Belanda membawa agama Kristen Protestan (selanjutnya disebut Kristen). Telah diterangkan dalam uraian sebelumnya bahwa pada abad ke-16 telah terjadi penjelajahan samudra untuk menemukan dunia baru. Oleh karena itu, periode ini sering disebut The Age of Discovery. Kegiatan penjelajahan samudra untuk menemukan dunia baru itu dipelopori oleh orang-orang Portugis dan Spanyol dengan semboyannya; gold, glory, dan gospel. 

          Setelah menguasai Malaka tahun 1511 Portugis kemudian meluaskan wilayahnya ke Kepulauan Maluku dengan maksud memburu rempah-rempah. Pada tahun 1512 pertama kali kapal Portugis mendarat di Hitu (di Pulau Ambon) Kepulauan Maluku. Pada waktu itu perdagangan di Kepulauan Maluku sudah ramai. Melalui kegiatan peradagangan ini pula Islam sudah berkembang di Maluku. Kemudian datang Portugis untuk menyebarkan agama Katolik. Berkembanglah agama Katolik di beberapa daerah di Kepulauan Maluku.Pastor yang terkenal waktu itu adalah Pastor Fransiscus Xaverius SJ dari ordo Yesuit 


Berikutnya juga berkembang agama Kristen di Kepulauan Maluku terutama setelah VOC menguasai Ambon. Pada waktu itu para zendeling aktif menyebarkan agama baru ini dengan semangat piesme,yaitu menekankan pertobatan orang-orang Kristen.. Agama Katolik dan Kristen berkembang pesat di Indonesia bagian timur. Agama Katolik juga berkembang di Minahasa setelah Portugis singgah di tempat itu pada abad ke-16. Penyebaran agama Katolik di daerah Minahasa dipimpin oleh pastor Diogo de Magelhaens dan Pedro de Mascarenhas.Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan agama Kristen di Indonesia, secara intensif terjadi saat pengaruh kekuasaan orang-orang-orang Barat (Portugis, Belanda dan juga Inggris) semakin kuat. Agama Kristen kemudian berkembang tidak hanya di Indonesia bagian Timur tetapi juga di berbagai wilayah seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi. Bahkan di Jawa ada sebutan Kristen Jawa. Perkembangan Kristen Jawa ini tidak dapat dilepaskan dari peran Kiai Sadrach. Dalam petualangannya mencari keyakinan agama, akhirnya ia memeluk agama Kristen setelah dibaptis pada tahun 1867. Ia kemudian mengembangkan Kristen Protestan dalam kandungan budaya Jawa. Ia bebas mengembangkan agama Kristen Protestan dengan budaya Jawa.Pengikutnya pun semakin banyak. Kiai Sadrach juga tidak mau tunduk dan bahkan kemudian memisahkan diri dari Gereja Protestan Belanda. Ia tinggal dan mengembangkan Kristen Protestan Jawa ini di desa Karangyoso (sebelah selatan Kutoarjo). Banyak pengikut Kristen Jawa ini di Jawa Tengah. Sekian dan terima kasih ^^